Sedih yah
saat mempercayai orang yang salah. Saat orang yang membuatmu bahagia, saat dia
yang menyelamatkan hari-harimu… menghilang. Ya memang bukan salahnya. Aku yang
membiarkan dia masuk dalam kehidupanku dan aku yang salah. Dia– layaknya
orang-orang yang dulu pernah kukenal, pergi tanpa pamit. Dia hilang, bahkan dengan tanpa janji untuk kembali.
Aku menjadi
sedikit lebih sendu sekarang, pikiranku tentu saja
melayang ke arah satu nama itu, namamu. Nama yang tak akan berani kusebutkan
di sini. Siapa kamu? Kamu cuma sesosok pria biasa yang sudah menemaniku melewati
detik demi detik hidupku selama berbulan-bulan. Kamu hanyalah sosok sederhana
yang tak pernah puas meledekku pesek. Kamu cuma seorang Cules yang selalu memojokkan kecintaanku pada Los Blancos. Iya, aku selalu mengatakan cuma dan
hanya saat mendeskripsikan kamu, tapi nyatanya, kamu tak sesederhana itu.
Aku tahu, aku tolol jika berharap semuanya bisa kembali seperti semula. Aku jelas tak mengharapkan itu. Apalagi, setelah
kamu dengan terang-terangan menunjukkan dia yang ada disisimu sekarang. Dari awal, kamu memang bersamaku, kamu memang disampingku, tapi semua yang pernah kamu ceritakan, selalu tentang dia yang kamu pilih sekarang. Yaa lupakan... Aku yakin, mungkin kamu sedang berada di titik jatuh cinta setengah mati pada dia sekarang. Kamu pastinya sudah sering memanggil dia 'sayang', memberikan kata-kata manis yang dulunya hanya kamu tujukan padaku. Tidak, aku tidak akan mendoakan hubungan kalian pupus ditengah jalan karena sepertinya, kamu sudah berbahagia dengan kekasih barumu. Kamu sudah memilih dia sebagai calon masa depanmu.
Aku memang tidak marah, Tuan. Aku hanya berharap semoga dia bisa membahagiakanmu. Agar kamu bisa selalu tersenyum dan tak perlu merasakan apa yang aku rasakan. Aku hanya meminta agar dia mengerti betapa mudahnya kamu merasa bosan, agar dia selalu sedia menemani kamu di ujung telepon setiap malam. Agar dia tak lagi membalas pesan singkatmu dengan waktu berpuluh-puluh menit– seperti yang dulu selalu kamu ceritakan padaku.
Aku memang tidak marah, Tuan. Aku hanya berharap semoga dia bisa membahagiakanmu. Agar kamu bisa selalu tersenyum dan tak perlu merasakan apa yang aku rasakan. Aku hanya meminta agar dia mengerti betapa mudahnya kamu merasa bosan, agar dia selalu sedia menemani kamu di ujung telepon setiap malam. Agar dia tak lagi membalas pesan singkatmu dengan waktu berpuluh-puluh menit– seperti yang dulu selalu kamu ceritakan padaku.
Selamat Tinggal, Tuan. Selamat berbahagia :) sampaikan pada kekasih barumu, aku turut berbahagia kamu memilihnya. Tolong sampaikan padanya agar dia selalu menjaga baik-baik perasaanmu, agar kamu tak perlu merasakan betapa sakitnya perpisahan seperti yang aku rasakan. Terimakasih, Tuan. Terimakasih atas rintikan hujan yang kamu
ciptakan dipelupuk mataku, aku harap kamu menyukai setiap tetesnya :’)