Apa kabar? Kalau aku, aku masih baik-baik saja. Semuanya tak ada yang berubah, hari-hariku masih sama. Sekolah, mengerjakan tugas, ulangan, tertawa dan menangis. Semua masih sama. Namamu bahkan masih sangat sering kudengar disetiap sendi-sendi kehidupanku. Mereka masih saja seringkali menyangkutpautkan aku dan kamu. Mereka masih gemar mencandakan namamu di hadapanku, mengingatkan aku padamu.
Yah bukan sepenuhnya salah mereka, bukannya setahu mereka kita masih bersama? Iya, kebahagiaan kita memang sempat terasa nyata. Dulu. Aku sempat sepenuhnya mempercayai kamu. Mempercayai kita. Dulu. Tapi jika semua memang benar-benar pernah nyata, mengapa ini berakhir layaknya memberhentikan sebuah permainan, Tuan? Berhenti dan selesai. Semudah inikah?
Padahal seingatku kemarin masih sempurna. Aku masih tersenyum bersama kamu disisiku, aku masih tertawa mendengar celotehan manismu tentang hidup. Tentang aku yang terlalu ketakutan saat kamu tunjukkan keadaan calon taruna STPI, tentang kamu yang selalu mencubit gemas hidungku sambil menyerukan 'pesek pesek pesek' ke seluruh dunia. Tentang kita yang tak pernah habis bercerita satu sama lain. Tentang lagu yang kita bagi bersama. Tentang berjam-jam yang pernah kita habiskan dengan canggung dan manis. Semudah inikah terlupakan? Ah aku salut! Aku bahkan tak kuat untuk menahan tangis saat menulis ini. Mengenangmu, menjadi candu.
Ingatkah kamu tentang berjam-jam yang kita habiskan dibawah langit malam itu? Apakah kamu ingat dengan percakapan sederhana kita? Pengalaman hidup yang membuatmu trauma, lembar jawaban ujian sekolahmu yang nyaris robek, listening section-mu yang berantakan, bandmu yang luar biasa menakjubkan, rekaman permainan gitarmu, kecintaanmu pada rubik dan meme comic. Semuanya, aku masih ingat semuanya.
Apa kamu masih ingat dengan beberapa janjimu yang belum sempat terwujud? Apakah kamu masih ingat dengan kata-kata yang pernah aku harapkan akan meluncur dari bibirmu? Tidak? Ah sayang sekali, aku masih ingat.
Kamu tahu? Aku sengaja tidak menonton kelanjutan film 'kita'. Aku hanya mau menontonnya denganmu, disampingmu. Aku sengaja menulis banyak kisah hidupku, untuk terbaca kamu, untuk terbaca kita. Tapi apa? Semua cuma sekadar janji. Cuma sebaris kata-kata yang sudah tak mungkin lagi akan terwujudkan.
Maaf jika tulisanku tak berkenan untuk terbaca kamu, Sinar Alfa. Diksiku mulai berantakan sejak dua bulan lalu. Sejak hatiku mulai retak, hancur berceceran dan sulit kubenahi. Maaf, ini cuma beberapa paragraf usang yang kutulis dengan kenangan yang sudah sangat kadaluarsa. Lagi-lagi, aku masih mengingat kamu.
Terimakasih, Tuan :) Terimakasih atas senyuman yang pernah kamu bagi bersamaku. Terimakasih atas semua kehangatan yang pernah aku rasakan dalam dekapanmu. Aku (tentu saja) akan merindukanmu kelak. Nanti, suatu ketika. Nanti, saat kita sudah sama-sama menggenggam dunia.
Selamat tinggal, Tuan :) semoga saja (setidaknya) kamu pernah mengingatku sesekali.
Tertanda,
dari seseorang yang pernah kamu panggil sayang.
dari seseorang yang pernah menganggapmu dunianya.
Aku :)
yaitt galau disini kadek wkwkwk
BalasHapus