Berawal dari satu emoticon love di sosial media Path yang sekejap membuatku melongo... Ah, bego! Batinku mengumpat dalam hati. Sedetik kemudian, jantungku mulai berdetak tidak karuan, mengalirkan rasa gelisah yang langsung membuat tubuhku gemetar. Apakah aku telah menyakitinya?
Perempuan itu tak bisa kubilang sahabat dekat, kami hanya teman yang pernah melalui hal-hal indah bersama, tapi bukan berarti aku bisa begitu saja menyakitinya. Kami tak pernah punya masalah sebelumnya, beberapa tahun mengenalnya, aku tahu dia bukan tipe perempuan yang punya ribuan alasan untuk dibenci, dia cantik, dan cukup cuek untuk tidak hanya memuji-muji kecantikannya. Aku tak pernah menyangka bahwa posting yang sudah begitu lama itu akan terbaca olehnya, bahkan mungkin membuatnya murka, atau terluka. Sebuah kicauan yang dia tulis sesudahnya menunjukkan kesan sinis yang membuatku semakin merasa bersalah. Seharusnya aku tak pernah mencantumkan link itu pada kicauanku sebelumnya...
Padahal sudah hampir setahun, aku kira sedikit bumbu nostalgia tak akan berdampak apa-apa, tapi ternyata, itu bisa membuat sebagian orang melengos dan mendecak kesal. Apalagi jika masa lalu itu berhubungan erat dengan orang yang dicintainya sekarang. Aku mengerti bagaimana rasanya, aku tahu bagaimana panasnya hatimu, bagaimana perihnya itu terasa dan bagaimana kobaran api amarah itu siap melumat aku; sang penikmat nostalgia.
Memang tak ada yang salah jika kamu cemburu, aku malah akan sangat bertanya-tanya jika kamu sama sekali tak peduli. Aku tahu kamu menyayanginya, dan seratus juta persen dari lubuk hatiku yang paling dalam, aku sama sekali tak pernah menginginkannya kembali, apalagi berusaha merebutnya darimu.
Kamu tahu aku bukan pencuri. Aku cuma suka mengabadikan masa lalu dalam tulisan, itu saja. Maaf telah membuatmu gerah atas nostalgia yang memang tidak pada tempatnya ini. Aku tidak tahu bahwa sekadar kutipan maaf dan terimakasihku untuknya akan membuatmu sesinis ini. Maaf, tapi harusnya kamu tahu, aku cuma pernah ada di masa lalu. Dan apa yang pernah terjadi di masa lalu, sudah lama ditinggalkan disana. Jauh di masa lalu.
Tolong maafkan kelancanganku yang pernah menulis tentang dia yang (semoga) akan jadi masa depanmu. Kuharap dia tahu, bahwa kamu mencintainya sedalam dia mencintaimu.
Dari temanmu,
yang tak pernah ingin jadi pencuri