Sabtu, 08 Juni 2013

Di Malam Minggu…

Rissa tersenyum tipis saat memandangi semaraknya orang-orang yang berlalu lalang disekitarnya. Ini malam minggu yah? Hatinya bergumam dengan pedih. Dia kembali menatap langit malam tanpa bintang yang biasanya dia nikmati bersama sosok itu. Sosok pria manis yang pernah singgah dalam hidupnya. Kamu dimana? Padahal aku berharap kamu menemaniku malam ini. Tulisnya diatas lembaran kertas yang selalu menjadi temannya dalam pedih– buku puisi ciptaanya. Dulu, ini tempat terindah kita. Tempat kita memandangi bintang dengan gelak tawa dan senyuman manis. Kenang Rissa lagi.

Kenapa kamu pergi? Kenapa kamu lebih memilih hilang saat aku mulai menyadari betapa berharganya kebersamaan kita? Ah, semuanya terlambat. Aku baru menyadari betapa busuknya kamu ketika aku mulai percaya bahwa kamulah yang terbaik. Aku baru mulai mengerti betapa manisnya perasaan ini ketika kamu pergi tanpa pamit, kembali dengan sekenanya dan berpura-pura seakan semuanya masih baik-baik saja. Apanya yang baik? Apa kamu tak sadar kalau hatiku berantakan? Kamu tidak tahu betapa tersakitinya aku! Melihat kamu berpaling dengan perempuan mengagumkan yang ada disisimu sekarang... Aku terluka. Apakah aku terlambat menyayangimu? Atau… kamu yang terlalu cepat menyingkirkan aku? Rissa mulai menitikkan air mata.

Dari dulu kamu benar-benar menganggapku mainan, kan? Bodoh. Aku tahu aku bodoh. Aku tertipu oleh penampilan sederhana nan lugu itu. Aku dibuat buta oleh manisnya kata-kata yang kamu tebar dengan tanpa perasaan, dengan datar. Rissa mulai terisak. Tak berartikah semua kedekatan kita selama ini? Apakah aku terlalu konyol untuk mengharapkan sedikit saja ketulusan dari semua kenangan manis kita?

Rissa mengambil tissue dan menyeka air matanya yang tumpah dengan sendirinya. Aku kesakitan, sayang. Hatiku sakit. Dia membatin sambil memandangi kursi kosong di hadapannya. Kursi yang biasanya ditempati oleh pria manis berperangai buruk yang sudah meremuk-remukkan hatinya. Kamu terlepas saat bahkan belum benar-benar tergenggam. Kamu pergi saat kita bahkan belum benar-benar merasa dekat.

Rissa kembali memandang langit menghitam di hadapannya. Bintang-bintang pergi seiring menghilangnya kamu dari peradaban hidupku. Senyumku meredup bersamaan dengan hujan yang menetes dari pelupuk mataku. Aku terluka, sementara kamu sibuk tertawa. Aku menangis, sedangkan kamu sibuk mengumbar kata-kata manis. Di mana perasaanmu, Sayang? Berbahagialah dan tertawakan saja serpihan hatiku!

Rissa menangis sesenggukan, kelopak matanya terlihat kepayahan menahan butiran bening yang mulai menetes mengaburkan pandangannya. Beberapa minggu setelah kepergianmu, aku masih meringis. Hatiku enggan mensterilkan kamu dari setiap sudutnya, dia bersikeras mengenang. Tapi kemana perginya rasa manis kenangan? Saat aku menunggunya ditempat biasa kita tertawa, kenapa malah tangis yang kudapat?


Rissa mengedarkan pandangannya ke sekeliling, nuansa malam minggu jelas terasa dengan begitu banyaknya pasangan yang berlalu lalang dengan senyuman cerah yang terukir diwajah mereka. Rissa menerawang jauh.


Dimalam minggu aku temukan pelipur laraku, dimalam minggu pula aku kehilangannya.
Dimalam minggu aku menikmati sisa-sisa kebersamaan kita, dimalam minggu pula aku menangisinya.
Dimalam minggu…

Tidak ada komentar:

Posting Komentar