Senin, 06 Mei 2013

Mengenang kamu, lagi

Ini tentang senyum, aku belajar begitu banyak dari kamu. Tentang betapa harusnya aku memendam bermilyar-milyar rasa sesak di dadaku, tentang betapa wajibnya aku memperlakukan orang lain dengan hati nurani yang lembut. Kamu mengajari aku banyak hal. Tentang musik, tentang lagu, tentang hidup dan tentang tawa bahagia. Kamu memberikan aku banyak hal. Segudang senyum, segenggam kehangatan, kelembutan dan sekumpulan rindu yang tak manusiawi.

Aku sama sekali tak akan berani menyebutkan namamu, tapi semua yang pernah mengenalku, semua yang pernah mengenal kita, mereka pasti tahu siapa sinar alfaku. Aku sempat berpikir bahwa kamu berbeda. Kamu unik. Kamu, sosok misterius yang tiba-tiba saja muncul dan menyisipkan senyum dalam hari-hariku. Kamu, sosok humoris yang dengan sekejap hadir dan tanpa kusadari telah mengisi keseharianku. Aku menjadi terbiasa bersamamu, terbiasa tersenyum saat membaca setiap detail kisahmu yang tak pernah luput kamu ceritakan setiap harinya. Aku menjadi terbiasa mencicipi kebahagiaan, mendengar kamu bercerita tentang ini-itu lantas membuatku tersenyum. Aku bangga menjadi orang yang kamu percayai.

Apakah kamu masih ingat pertemuan pertama kita? Saat itu pagi yang cukup dingin, kamu memakai jaket jeans-mu sementara aku sibuk merapatkan jaket biru muda kesayanganku. Kecanggungan jelas terjadi dalam perjalanan singkat kita. Saat itu aku cuma bisa membisu, aku yang masih sangat gugup untuk sekadar memulai obrolan. Hehe manis yah? Akhirnya semua yang kutakutkan sejak awal mulai menjadi nyata, kita mulai berjarak dan sudah tak lagi saling mengenali. Lalu aku bisa apa? Aku cuma masa lalu, kan? Bukan orang yang kamu harapkan ada di setiap detik hidupmu kelak. Aku bukan apa-apa, kan? Aku cuma sebuah cerita yang kamu simpan dalam diam, aku cuma sepotong kecil kenangan yang terlupakan.
Yaaa... mungkin aku setengah waras sekarang. Iya, jangankan kalian, aku bahkan kebingungan mengapa aku masih bisa tertawa saat mengenangmu. Aku masih seringkali tersipu malu saat mengingat berbagai kata-kata manis yang pernah meluncur dari bibirmu. Aku aneh, yah? Saat aku sudah disakiti sedemikian rupa dan aku masih bisa tertawa? Aku bodoh, yah? Saat aku sudah dikhianati sedemikian parah dan aku masih bisa mempedulikan dia? Iya, aku bodoh. Puas?
Mereka memang masih sering membicarakan kamu, Tuan. Mereka memang masih menunggu kelanjutan kisah kita, tapi apanya yang berlanjut saat penghianatan sudah terang-terangan kamu perlihatkan? Apanya yang dinantikan saat kita bahkan sudah benar-benar saling mengabaikan? Mereka suka asyik sendiri bercerita tentangmu. Sementara aku sibuk menutup telinga, memasang senyum dan berpura-pura bahwa segalanya masih baik-baik saja. Sekuat itukah aku?
Mereka masih gemar bercerita tentangmu, Tuan. Mereka bilang aku masih menunggu kepastian. Ah ayolah, kepastian macam apa yang kuharapkan dari seseorang yang sudah jelas- jelas menggandeng wanita lain saat tak bersamaku? Masa depan macam apa yang kubayangkan bersama seseorang yang sudah jelas-jelas terbukti mengkhianati kepercayaanku?
Aku tahu, aku bertemu kamu untuk sebuah alasan, untuk sebuah pengalaman hidup yang tak akan aku temukan dalam biografi manapun, untuk sebuah perasaan manis yang tak akan aku mengerti hanya dengan sekadar membayangkannya. Aku tahu, aku bertemu kamu untuk sebuah pelajaran. Untuk sebongkah rasa ikhlas yang seringkali kamu nasehatkan padaku. Untuk sekeping kesabaran yang tak pernah henti-hentinya kamu ingatkan setiap detiknya.
Aku tak pernah menyesal mengenal sosokmu, Tuan. Aku tahu kamu tidak bermaksud jahat. Kamu yang membuat aku bahagia, kamu juga yang membuat aku sedih. Hidup itu berputar, kan? Sudahlah, aku tak pernah mengharapkan kamu kembali. Aku cuma suka mengenang, Tuan. Mengenang bukan berarti ingin segalanya terulang, kan?
Sampai jumpa di masa depan, Tuan. Andai kita ditakdirkan bertemu lagi nanti... mungkin aku akan menamparmu beberapa kali, dengan keras ;)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar