Selasa, 21 Oktober 2014

Biarlah Masa Lalu

Sial! Bukannya aku harusnya bangga, atau tertawa? Tapi reaksi pertamaku cuma melongo, nyaris gemetaran, masih meraba-raba kebenaran dari kalimat yang kubaca barusan. Ah, itu sudah terlalu lama, Tuan. Masa iya baru kamu baca sekarang?


Oke, kamu cukup lihai dan juga cukup bodoh jika baru menemukannya sekarang. Itu. Hampir. Dua. Tahun. Lalu. YaTuhan! Kamu bahkan butuh dua tahun untuk menyadari postingan itu? Tak heran jika aku terkejut, kan? Mau apa kamu lihat-lihat blog-ku sekarang?



Ya, mungkin aku pernah berandai-andai kamu membacanya, sekitar dua tahun lalu, saat pertama kalinya kamu mengenalkanku pada luka, pada hujan air mata. Aku menulisnya sebagai pelampiasan, sebagai ganti jeritan dan makianku yang terbungkam, sebagai balas dendam manis yang memberiku ketenangan. Dan kamu tak tahu, kan, berapa banyak pujian yang kudapat dari tulisan tentang luka yang kamu torehkan? Tulisan itu sebuah senyuman sinis tanda kemenangan. Aku menang melawan tipu dayamu yang curang, aku bangkit dari keterpurukan dan bahkan di elu-elukan! Kamu, lihat? Aku bahkan menjadi lebih baik setelah kamu tinggalkan :p



Pada titik ini, aku tak bisa jadi lebih pamer lagi. Kamu– si masa lalu yang entah mengapa bisa nyasar ke sini, mungkin kamu masih suka mencari-cari kabarku dalam diam. Jadi stalker sosial mediaku dan kembali terperosok kenangan. Haha, ayolah Tuan, sebegitu susahnyakah mengirimiku pesan 'Hai, apa kabar?'.



Pada detik ini, kamu sendiri tahu, tak ada lagi masa lalu yang bisa kugali. Aku sudah kehabisan bahan kenangan, terlalu malas mengobrak-abrik ingatan untuk secuil masa lalu yang hampir tak berbekas. Masa lalu yang mulai kamu bawa lagi ke permukaan...



Yah, laporan pageviews di dashboard blog-ku tak mungkin berbohong. Pengunjung yang biasanya cuma satu-dua selama seminggu, eh, tiba-tiba jadi enam puluh satu dalam sehari? Astaga, Tuan! Itu benar-benar kamu semua? Hufttt. Segitu antusiasnya, yah, kamu membaca cerita tentang dirimu? Dasar narsistik! Padahal aku yakin matamu pegal membaca deretan alinea itu. Aku juga tahu kalau ada beberapa kalimat yang terlalu harfiah, bahkan ada metafora yang barusan membuatku tertawa saat membacanya hehe, maaf, Tuan. Jeritan orang patah hati memang suka tak karuan bunyinya. Wong, hatinya saja berantakan gitu, kok.



Haduhhh, jangan terlalu senang, Tuan. Masa dikatai dan dimaki-maki dalam tulisanku, eh, kamu malah jadi senang? Abis kejedot dimana, Tuan? Sudah pernah ditoyor pakai palu godem, belum?-_- haha begini sajalah, Tuan. Anggap semua tulisanku ini sebagai ucapan terimakasih atas kado 'luka' darimu. Toh, lukaku juga sudah lama sembuh, masih ada luka baru, sih, tapi bukan urusanmu :p



Oh iya, ngomong-ngomong, kamu suka, kan, nama julukanmu? Kalau sempat, kabari aku, ya, soal posting favoritmu. Siapa tahu nama kamu bisa aku cantumkan di sana, kan? :p



Tuan, aku mau titip saran. Lebih baik akhir-akhir ini kamu banyak-banyak berdoa saja, yah. Soalnya Karma lagi beli jet pribadi, nih, biar cepat sampai ke kamu :* hahaha









Dari masa lalu,

Perlukah kucantumkan namamu?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar